Tiada Apa yang Dapat Kukata

Karya: Betari Aisah

Aku tercekat dalam khidmat

Tersedu kalbu, haru membiru…

Hanya meringkuk malu di hadapan Tuhanku

Tergugu akan apa perilakuku, sikapku

Jauh melayang pikiranku, jauh melampaui masa belia

Sampai berhenti di detik-detik indahku

Tiada apa yang dapat kukata

Begitu sejuk memandangnya

Namun, begitu cepat, hanya sekilas

Aku sudah melewati waktu-waktu itu

Jauh dari menit-menit bahagia dalam pangkuan

Tiada apa yang dapat kukata

Untuk melati suci yang pernah ia tanam di hatiku

Yang ia rawat setiap waktu

Namun melati itu kini kering, hilang suci

Di tanah gersang, hatiku…

Luluh luruh jiwa

Runtuh akan mengenang kasihnya

Kasihnya, yang ternyata hadiah indah dari Pengasih Yang Satu

Kasihnya, yang senantiasa kucerca dengan beribu dosa

Kata yang hanya menyulut api neraka…

Ingat aku, teringat isak tangisnya

Ketika aku berujar, aku bukan lagi anak kecil yang

dapat digendongnya ke mana-mana

Tiada apa yang dapat kukata

Dengan itukah kubalas cintanya

Dengan itukah aku balas ribuan doa mulia

Yang ia ucap dari bibirnya

Di setiap ibadahnya

Bersama bulir air mata yang tiada henti mengalir

Sajadahnya menjadi saksi keluh kesahnya

Tuhan…

Aku tahu Kau-lah yang meniupkan ruh suci itu

Kesucian hati yang pernah ia tanamkan di hatiku

Yang kini ‘kukhianati dengan lidah tajamku, dengan perilaku hina…

Aku tak pantas lakukan itu

Tuhan, akankah Kau ampuni aku

Akankah Kau terima ini

Doaku, untuk beribu maafku yang telah mengingkari cinta-Mu

Sungguh, aku tak tahu…

Bahwa ternyata sayangnya adalah sayang-Mu

Lembutnya adalah lembut-Mu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pesan Ilalang


Karya: Betari Aisah


Fajar kembali…

Jumpa pagi, sang mentari dan embun pagi

Ilalang tak lalai, tetap terbentang

Menebar sejuk kalbu yang sepi

Merasuk…merasuk…

Isi hati semangat hari

Mengusir kembang-kembang layu,

dalam jiwa sukma nan sedih

Ilalang setia bergoyang

Menyambut tegap langkah generasi,

Anak-anak yang menyambung detik

Mengisi kehampaan merdeka…

Merpati sambar melati

Tuai cinta bagi pelangi

Mewangi, hilang gundah sang jiwa suci

Jiwa suci, ceria, berpelangi para generasi cahaya…

Yang tetap teguh susuri raga sukma

Yang setia menemani kisah mentari,

kasih rembulan, dan sahabatnya, ilalang

Ilalang gemulai melambai

Sambut ajakan silir semilir, menari

Diteduh oleh rindang sang mega

Menunggu dengan cinta

Anak-anak yang akan datang menyapa

Membawa segudang cita-cita demi kejayaan negeri

Menunggu dengan seribu harap

Anak-anak itu tak akan berhenti melangkah

Semoga anak-anak itu tidak putus asa

Melewati celah-celah berduri belukar kesukaran

Ilalang terus bergoyang

Menunggu generasi kebanggaan pertiwi,

yang pasti datang mengunjungi

Bertamu dalam bilik-bilik cintanya, serambi-serambi kasihnya

Menceritakan berbagai kisah, kasih, keluh, dan kesah masa perjuangannya

Dengan jutaan impian emas bagi bangsa, dengan jutaan semangat untuk mengejarnya

Ilalang tetap bergoyang, tersenyum ramah, menunggu generasi cahaya

Dadanya dipenuhi sesak rindu

Menunggu generasi yang pulang dari mengkaji cara angkat martabat bangsa, Indonesia

Tawa canda ceria, riang gembira mulai terdengar sayup

Pertanda pembawa bintang telah hampir tiba

Pembawa kilau bintang, potensi bangsa yang sesungguhnya mempesona

Hanya saja terlekang debu terbelenggu

Dan tangan-tangan mungil itu akan kembali memangku jaya

Dan bibir-bibir lembut itu akan kembali ucapkan dengan sepenuh semesta

Merdeka...!

Sampailah langkah-langkah cahaya, di tengah-tengah ilalang

Ilalang yang sejak tadi menunggu mereka

Seperti yang dibayangkannya

Anak-anak itu mulai bercerita...

” Ilalang...

Aku bosan, aku lelah

Letih rasanya aku bersekolah

Aku kalah pandai dengan anak kota

Percuma aku setiap hari menimba ilmu

Nantinya, aku pasti kalah dengan mereka

Aku kalah moderen ilalang...”

Butir air mata meluncur dari mata mereka

Menyeka bulir cucur keringat mereka

Jatuh membasahi alas kaki lusuh yang mereka pakai

Ilalang pilu dengar itu

Ajak mereka tetap tergelak ceria

Seraya berpesan melalui lambainya...

” Tak usahlah engkau bersedih, wahai, kawan!

Di belakangmu masih banyak yang menunggu

Di depan masih banyak yang mengharapkanmu

Di balik itu mereka punya asa yang tinggi, jayanya sang negeri...

Sahabatku, semua itu ada di pundakmu, itu tanggung jawabmu

Aku yakin dirimu bercahaya di balik banyak tambalan di pakaianmu, di balik sepatu yang sudah banyak berlubang, dan di balik hitamnya kulitmu...

Kulit yang senantiasa berteman dengan sengatan matahari

Berjuang, menuntut ilmu untuk meraih cita-cita Pertiwi...”

Mungil bibirnya tersenyum mengiya

Seakan mengerti apa yang dikata oleh sahabatnya, ilalang

Mereka pun beranjak pulang, menjemput matahari yang hendak kembali ke peraduan

Menyapa eloknya cakrawala hati mereka

Seelok langit senja, melangkah menuju merdeka Indonesia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS