Berbagi Bunda_cerpen

Berbagi Bunda

“ Ana…!”
“ Whoi…”jawabku.
Yah, aku Ana murid salah satu murid SD Global Internasional School Centre di daerah Surabaya. Aku duduk di kelas 6A. Betapa bangganya aku, ketika namaku tersebut masuk dalam anak-anak kelas 6A, maklumlah, kelas tersebut termasuk kelas yang terelite. Sebab jarang anak yang dapat meraih peringkat kelas itu, nilai semua mata pelajaran minimal 8.
Delapan, book! Bagaimana aku tidak bangga?
Selain itu, ada yang membuatku lebih bangga,yakni, Qiqah, sahabatku. Ayahnya sudah tiada sejak usianya menginjak 4 tahun. Ibunya telah bertahun-tahun menjadi TKW di Saudi Arabia. Qiqah bersekolah di sekolah internasional seperti ini mendapat beasiswa dari pemerintah atas kemenangannya dalam lomba teknologi sederhana anak se-dunia saat ia masih duduk di kelas empat. Saat kelas lima, nyaris saja dia putus sekolah karena penghasilan ibunya tak mampu membiayai sekolah anaknya. Sedangkan ia memiliki empat orang adik lainnya yang juga wajib dihidupi. Aku kadang prihatin atas kehidupan Qiqah. Namun yang membuatku bangga, senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
“ Na, jadi ke ruang musik? Bu Imah menunggu kita, lho!”
” Yukk...!”
Sekali lagu senyum gadis itu membuatku terpesona. Ah, pikiranku melayang pada saat-saat aku bersama ayah dan bundaku. Aku pernah marah pada Ayah ketika keinginanku tak dipenuhinya. Aku pernah membentak bundaku ketika aku tak mau dipaksanya untuk sembahyang. Padahal aku tahu, usiaku sudah melampaui tujuh, dan dalam agamaku usia tujuh sudah harus dipaksa bila tidak mau sembahyang. Aku juga sering marah-marah jika masakan Bunda tidak cocok di lidahku. Tuhan, mengapa selama ini aku tidak bersyukur atas kasih sayang kedua orang tuaku yang masih lengkap menyelimuti hatiku?
” Kirana Amelinda, giliranmu, sayang!”
Oh, Bu Imah membuyarkan lamunanku.
”Selamat berjuang kawan! Semoga kau dapat menarikan jemari di atas piano dengan lancar, God bless you!”
Tuhan, benar-benar anak yang manis. Qiqah, semoga kau juga bisa merasakan kasih sayang seorang bunda seperti yang kurasakan. Tuts demi tuts kupetik dengan penuh kedamaian seorang bunda yang menyayangiku.
Ijazah sudah kami terima. Qiqah maupun aku sendiri mendapat nilai A+. Ehmm..., ada yang berbeda dari wajah Qiqah. Parasnya yang biasa memancarkan senyuman tiba-tiba sirna. Entah apa yang ada di dalam hatinya.
” Qah, ada apa dengan dirimu? Kamu sakit? Ada masalah? Cobalah ceritakan padaku, barangkali aku dapat membantu.” Tanyaku mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Dia hanya tersenyum. Tapi aku yakin, senyumnya berbeda dari biasanya. Bukankah nilai A+ di bidang musik cukup membuat bangga dan membahagiakan bagi pendapatku. Mengapa sahabatku yang satu itu tampak tertekan. Aku tahu di sedang menyimpan masalah.
” Cica-begitu nama kecilnya, katakan saja! Insya Allah, aku bisa membantu.”
Tiba-tiba, dia memelukku. Pipinya basah oleh air mata yang mengalir dari mata lentiknya. Kubiarkan beberapa saat ia menangis di pundakku.
” Na, makasih, ya!”
Bisiknya lirih di telingaku. Cica mulai memulai ceritanya. Wajah cerianya tak kudapati. Sepanjang ia mencurahkan seluruh isi hatinya, dipeluknya tubuhku dengan erat, erat sekali. Qiqah tetap menangis.
” Na, ibuku, Na, ibuku...!”
”Iya, kenapa?”
”Ibuku, Na!”
Ungkapnya sambil terus sesenggukan. Kubelai punggungnya untuk menenangkannya.
” Iya, ada apa dengan ibumu?”
” Ibuku mengidap kanker stadium akhir, dokter berkata umurnya sudah sebentar lagi.”

Aku bagai tersambar petir. Tangis Qiqah makin keras. Semakin kueratkan dekapanku.
” Sekarang Ibu ada di Rumah Sakit Sari Husada. Kami menggunakan kartu ASKES tinggalan almarhum Bapak. Itu pun kurang mencukupi. Syukur salah satu pamanku meninggalkan tabungannya di rumah kami. Kami gunakan untuk merawat Ibu.”
” Sabar, Qah, sabar!”
Hatiku serasa remuk ketika mendengar rintihan sahabat terbaikku itu. Aku mengerti alunan tangisnya.
” Sahabatku, apa pun yang kamu butuhkan, hubungi aku. Pintuku selalu terbuka setiap waktu untukmu.”
Ya, aku akan coba membalas budi baik Qiqah.
” Makasih, Na! Semoga Allah balas jasa kamu!”
Aku mengangguk, tanda mengamini.
” Dan tolong, jangan sampaikan hal ini kepada siapa pun, aku tidak mau merepotkan.”
Aku kembali mengangguk dalam arti berjanji pada Qiqah.
Ternyata Allah benar-benar rindu kepada ibu Qiqah. Dua minggu setelah Qiqah menceritakan segalanya, ibunya dipanggil oleh Sang Kekasih.
Ketika aku dan ayah bundaku datang ke rumahnya, di sana sudah dipenuhi para pelayat.
Melihat aku datang, Qiqah langsung memelukku dan menangis. Tampaknya ia belum dapat menerima semua ini.
” Aku sendirian, Na! Aku sudah tidak punya orang tua lagi! Bapakku pergi, ibuku pergi, aku tidak punya Ibu!”
Kudekatkan telingaku, karena suaranya lirih sekali.
” Qah, bundaku, ayahku, orang tuamu juga. Kita berbagi bunda, ya? Kamu jadi saudaraku, ya?”
”Apakah tidak merepotkan?”
”Tidak, sama sekali tidak!”
Aku meregang dekapannya. Sambil setengah berlari kuhampiri Bunda dan Ayah. Kubisikkan pada telinga keduanya apa rencana besarku untuk Qiqah, gadis manis itu. Bunda tersenyum dan segera menghampiri Qiqah dan adik-adiknya. Bunda memeluk mereka sebagaimana Bunda biasa memelukku. Ayah pun mengikuti langkah Bunda.
” Mulai sekarang jangan panggil saya tante, panggil saja Bunda. Dan ini bukan oom, ini ayah kalian juga!” bundaku berkata lembut namun mantap.
Kini aku punya keluarga baru, yang tak pernah sepi akan kasih sayang. Qiqah menunjukkan senyumnya yang terindah seperti dulu. Terima kasih Qiqah, Cica, Ica, Iqah, apapun namamu, terima kasih sahabatku, kau telah ajarkan aku makna kasih, cinta, dan kesabaran.



JEMBER,19 MEI 2007
Persembahan buat kebangkitan negeriku
Untuk belajar apa makna kasih, sayang, cinta, sabar, dan bersatu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

When Allah touches my heart

Ketika Cinta-Nya Hampiri Hati
Karya: Betari Aisah

Dulu…
Ya,dulu! Sedih amatlah sangat kurasa
Saat masa yang lalu berkelebat di benak mata
Diri ini kotor,hina,kusam,hitam…

Kala itu aku tak kenal siapa Dia
Siapa Dia Yang Maha Tinggi,
Siapa Dia Yang Mahakasih,itu…
Siapa Dia sahabatku yang tak akan
tinggalkan aku sendiri,kapan pun jua,itu…

Subhanallah! Maha Suci Engkau, Yaa Allah!
Saat Kau perlihatkan kebesaran-Mu, Wahai Al-Kabiir!
Saat kau tampakkan betapa sayangnya Engkau padaku,
Wahai Ar-Rohman, Ar-Rohim!

Hanya diri-Mu cinta sejatiku
Sayang, baru hari ini kusadari hal itu kusadari
Sesal menyergap hati
Ke mana syukurku pergi…
Ke mana syukurku terbang…

Padahal bumi,bulan, bintang, galaksi,
bahkan otak yang bernaung di kepalaku,
juga selalu bersyukur pada Allah
Menyebut asma Dia Sang Robbil ‘Alamin

Yaa Allah…
Setetes cinta-Mu yang menghampiri hatiku,
membuatku merasa sangat bahagia
Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan seindah ini, duhai Allah!

Sudah kulalui semua belahan bumi
Namun, tak ada seorang pun sahabat
yang mampu membuatku
menitikkan air mata haru seperti ini, wahai Allah!

Aku tahu, bahwa diriku terlalu hina
memijakkan kaki di surga-Mu
Tapi aku juga tahu bahwa…
Engkaulah Al-Ghoffar, Sang Maha Pemaaf
Terimalah maaf tulusku ini…
Aku bertobat, Yaa Allah!

Izinkan kami merasakan hangatnya
dekap-Mu, belai-Mu, kasih-Mu, cinta-Mu
di surga kelak…
Biarkan burung surga membawa kami
terbang tinggi, tinggi , tinggi sekali!
Terbang tinggi menuju surga-Mu.

Surga dan seisinya telah tertulis dalam surat cinta-Mu
Betapa pemurahnya Engkau, Yaa Rohman…
Kau tunjukkan jalan meraih kasih-Mu, duhai Ar-Rohim…
Jangan biarkan kukotori hatiku yang telah bersih ini,
Jangan biarkan kulepaskan genggaman kebahagiaan ini
Yaa Allah…

Sampaikan salam rinduku pada Nabi muhammad
Aku sayang padanya, Yaa Allah
Sampaikan maafku juga padanya
Bilamana selama ini aku sering tinggalkan ajakannya,
Tak pernah kudoakan kebahagiaannya…

Bahkan…
Aku sering tak memikirkannya
Padahal ketika sang maut datang menjelang, ia tetap doakan diriku
Yaa Allah, Engkaulah al-Wallii, Sang Maha Memberi
Izinkan Ayah, Bunda, Guru, pemimpin, saudara, serta diriku sendiri
Dapat menemui Engkau, wahai sandaran hatiku di surga, bersama para Rasul dan sahabatnya…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Harapan Besar dari Anak Kecil

Karya:Betari Aisah

Kala matahari telah lama bersinar
Planet terus tak bosan berputar
Angin semilir masih terus bertiup tebarkan rasa sejuk
Namun, sang bumi belum keluar dari kegundahannya

Sang Bumi lelah menopang manusia-manusia
yang berdiri sombong di atas punggungnya
sang bumi bosan melihat mereka berjalan mendongak kepalanya
Mereka tinggalkan Tuhan, Yang Mencipta Alam

Bumi pun merintih kesakitan ketika
merasakan hentak kaki mereka yang mengusir peminta-minta
Bumi berderai air mata mendengar mereka membentak-bentak orang tuanya
Bumi semakin lemah saat tampak mereka tinggalkan ibadahnya

Kata berbagi, sangat sulit dicerna otaknya maupun hatinya
Kata kasih sayang, tak ada dalam kamus mereka
Jerit bumi kian menjadi, mengadu kepada Tuhannya

Andai kita dapat mendengarnya, mungkin bumi telah meluncurkan suatu doa
“Oh,Tuhan! Aku lelah menopang mereka semua!
Kulihat anak-anak yang durhaka pada orang tuanya!
Kudengar hentak kaki mereka mengusir anak yatim!
Punggungku sakit! Manusia-manusia telah lama melupakan Engkau!”

Andaikata Tuhan bukanlah maha Pengasih dan Penyayang
Hancur luluh lantak diri ini atas kemarahan-Nya

Dan aku di sini, berdiri sebagai seorang anak kecil penerus
Akan terus berharap
Akan terus mencoba berusaha memusnakan semua rintihan bumi
Aku akan terus berdoa semoga bumi tidak menangis lagi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Kisah Seorang Pencari Cinta

Kisah Seorang Pencari Cinta
Karya: Betari Aisah

Lelah tak dihiraukan
Tetes peluh hanya diusap
Tiada perhatian terhadap dahaga
Kaki seorang pencari cinta terus melangkah

Pencari cinta itu rindu pada kekasihnya
Luka tak jadi alasan berhenti jalannya
Tetap saja dia susuri jalan curam menuju kasihnya

Sang Kekasih telah menunggu pencari cinta itu
Rupanya Dia juga rindu
Ditunggunya dengan sabar si pencari cinta

Pencari cinta menahan lapar
Tapi terus saja ia maju
Yakin terpatri dalam sukmanya
Entah apa dan siapa yang mendorongnya

Pencari cinta dibuai malam
Hewan-hewan kelam menemaninya
Bintangdan bulan iringi kisahnya
Putus asa, ya, mungkin itu yang terasa

Namun...
Buai selimut malam menambah rindu dalam hatinya
Urung sudah henti langkah sang pencari cinta
Dia mengerti Kasih menunggu di sana
Setiap dia menatap bintang yang menyapa,
ia berderai air mata

Setiap wajahnya diterpa angin malam,
kata syukur bergulir, mengalir dari bibirnya
Ketika ia dengar suara-suara malam,
tasbih meluncur dari lubuk hatinya

Hingga berakhirlah perjalanan panjang tak berujung
si pencari cinta
Ia terlelap untuk selamanya
Sang Kekasih terlalu rindu kepada dia
Hingga dua kalimat syahadat terucap di akhir hayat si pencari cinta


Jember, 13 Juni 2007

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Guruku

Guruku
Karya : Fatma Mei Widya Prananingtyas dan Betari Aisah

Guruku
Kau bagaikan langit selimut malam
Tampakan sinar elok benderang
Berhiaskan bintang rembulan

Wahai, guru...
Walau kau menegur keras
Namun kami mengerti
Bahwa kau sayang pada kami

Cintamu sebesar gunung
Kasihmu seluas samudera
Sayangmu setinggi langit
Cah’yamu seterang sang surya

Guruku...
Betapa aku tak mampu membalas jasamu
Betapa diri ini miskin jika dibanding denganmu
Hamba miskin ilmu!
Sedang kau berilmu seluas dunia !

Guru...
Susah payah kau jalani
Namun sabar selalu tampak dari wajahmu
Menambah beningnya hatimu

Kelakuan kami selama ini...
Begitu jahatnya diri menghadapimu
Itukah yang kubalaskan atas jasamu...
Maafkan kami ayah bunda guru, ridhoi langkahku

Maafkan kami ayah bunda guru, hapuslah kebencian
yang mungkin terpendam terhadap kami
Pupus semua dendam yang mungkin masih tersimpan
Kini yang kami butuhkan adalah maafmu juga ridhomu
Izinkan kami melangkah membangkitkan sang negeri

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Dunia tanpa Sekat

Begitu luas dan bebas
Itulah dunia anak-anak
Yakni dunia pengingkar ruang dan waktu
Yang mengganjal kelogisan keterlaluan

Hidup mereka penuh canda tawa
Yang di dalam pikirannya hanya
bermain, ceria, tertawa, dan permen
Tapi tak semua anak-anak hanya berpikir sebatas itu

Mereka terbangkan pesawar kertasnya
Mereka arungkan kapal laut kartonnya
Mereka bergerak menggenggam erat merah putih di tangan kanan
Di antara gelak tawa yang menjadi-jadi, otak terus berpikir untuk memenuhi janji pada sukma negeri

Celoteh mewarnai hari-hari perjalanan
Bibir mungil terus berucap
Mata tajam tak kaburkan pandangan
Sungguh teguh yakinnya
Sampai ke tujuan, Negeri Indonesia yang merdeka

Hebat, kau sungguh hebat!
Tekadmu setinggi langit
Gigihmu seluas samudera
Yakinmu sebesar dunia

Wahai, penerus, muda-mudi!
Teruskan perjuanganmu
Doa mengiringi perjalananmu
Bangkitkan semangat bangsamu
Sebarkan tiup wangi sukma melati dari negerimu
Sampaikan indah selendang batik Indonesia

Tuhan...
Dengan berbekal ilmu, yakin, dan ridho-Mu
Izinkan kami melangkah lebih maju
Meraih citra emas muda-mudi dan masyarakat negeri


Betari Aisah

25 Mei 2007

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Deru Peluru Menghujam
Karya: Betari Aisah

Sore hari di beranda biru
Tertera bintang gemintang asa mimpiku
Kerlap-kerlip kagumkan kalbu
Hiasi tiap bunga tidurku

Bintang gemintang bersinar terang
Berseri-seri iringi langkah
raih cerahnya sang masa depan

Sore hari di beranda biru
Yang kini telah berubah menjadi kelabu
Terhempas debu gelombang zaman
Tertembus peluru di waktu perang

Lubang-lubang dinding si beranda kini kian pasti
Saat tersiarnya berita-berita dunia
Kala ratusan jiwa melayang bersama

Perang saudara menghentak
Gelombang laut yang meluluhlantak
Air bah datang menyentak
Getaran yang membuat dinding-dinding meretak

Beranda biru yang berubah menjadi kelabu...
Bintang-bintang asaku tak dapat kupandang
Kerlap-kerlipanya semakin kusam
Lubang-lubangnya semakin pasti
Terhujam peluru ganasnya zaman

Lubang itu kian pasti...
Kala jiwa-jiwa terserak
Karena iman, hati yang semakin retak
Meluluh lantak setiap hak, menyentak, menghentak
jiwa-jiwa tak berdosa...

Deru peluru menghujam
Dinding-dinding beranda biru
Di mana kusimpan mimpi-mimpiku...
Ke mana kudapat berlari?
Aku ingin kembali menyusun bintang kecilku
di beranda yang baru
Namun saat ini ’ku hanya dapat menahan hujaman peluru

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sayap-Sayap Terbang

Sayap-Sayap Terbang

Sayap-sayap itu…
Aku rindu
Rinduku Satu
Hanya Dia

Dan kini derap langkahku
Dan kini hela’ nafasku
Dan kini setiap senyumku
Dan kini peluh keringatku
Hanya untukNya

Dan kini...
Telah kupersiapkan sepasang sayapku
Hendak siaga terbang membentang
Bersiap-siap terus melayang
Aku ingin mendekap Dia

Aku ingin meraih surgaNya
Aku ingin terus mengabdi pada diriNya...
Aku rindu...

Terima kasih Bapak Ibu Guru
Engkaulah penebar cahaya
Butir-butir cinta emas nan murni
yang kau tebarkan di setiap sisi cakrawala kecilku
Telah sampai merasuk ke dalam qalbu

Dan kini...
Aku siap terbangkan sayap-sayapku
Beribu intan permata di seluruh dunia ini,
bahkan butiran pasir di jagad raya ini,
tak dapat ungkapakan rasa maaf dan terima kasihku padamu, wahai, Guru!

Semoga tetes peluh dan bulir cucuran air mata
yang kau curahkan di tiap-tiap bilik kashmu,
tergantikan oleh surgaNya

Berdekatan dengan diri-Nya
Bersama dalam singgasanaNya
Beserta sayap-sayapku, yang kau terbangkan dahulu

JEMBER, 22 MEI 07
Betari Aisah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Akulah Sang Cahaya
Karya: Betari Aisah

Derap langkah kakiku…
Bangkitkan semangat
Setiap hela’an nafasku…
Tebarkan kasih sayang
Akulah sang cahaya!

Senyum simpulku…
Sirnakan duka banyak orang
Setiap tindakanku…
Berikan kebahagiaan bagi semua
Akulah sang cahaya!

Ketika kupancarkan sinarku…
Bumi pun tertawa riang
Saat kulambaikan jemariku…
Semua menatapku dengan senyuman
Akulah sang cahaya!

Kau pasti bertanya,
Siapa aku? Mengapa begitu banyak orang yang berkata kepadaku,
“ Terus berjuang,Nak! Kamulah sang cahaya!”
Kini, aku pun mengerti
Aku dan kawan-kawan yang berdiri di sini,
Adalah generasi muda, yang hendak dilepas ke medan tempur
Di medan globalisasi

‘Kan kuangkat martabat negeriku
Kelak aku percaya, Indonesia punya kereta yang berjalan secepat kilat
Anak-anaknya berkepribadian bak Kaizen
Berakhlak mulia, dan mampu mengantar para orang tuanya menuju surga
Jadilah sang cahaya!


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS